Permasalahan lingkungan di wilayah
perkotaan semakin kompleks dan rumit, semakin sulit mengatasinya. Kota-kota besar di Indonesia seperti di Jakarta,
Surabaya, Bandung, Makassar mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.
Perkembangan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang
pesat pula, dan urbanisasi menjadi salah satu sebabnya. Peningkatan jumlah
penduduk akan mengakibatkan kebutuhan lahan meningkat.
Sejalan
dengan percepatan urbanisasi dan perkembangan kota, persoalan lingkungan kota
semakin meningkat dan kompleks. Kegagalan dalam mengelola lingkungan kota akan
menyebabkan memburuknya kualitas lingkungan dan kehidupan kota. Kota yang buruk
kualitas lingkungan dan kehidupannya, tidak akan berkembang dan tidak terjamin
masa depan atau keberlanjutannya.
Faktor Terjadinya Urbanisasi
Urbanisasi dapat disebabkan oleh dua factor yaitu factor
yang mendukung (push factor) penduduk desa yang meninggalkan desanya dan factor
yang menarik (pull factors) penduduk desa untuk pindah dan menetap di kota.
Faktor-faktor yang mendorong
penduduk desa meninggalkan desa adalah:
- Di desa-desa, lapangan pekerjaan umumnya relative terbatas. Hal ini mengakibatkan timbulnya pengangguran (disguised unemployment)
- Penduduk desa terutama muda mudi merasa tertekan oleh adat istiadat yang ketat yang mengakibatkan cara hidup yang monoton
- Di desa-desa tidak banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.
- Rekreasi sangat kurang.
- Penduduk desa yang mempunyai keahlian selain petani tentu menginginkan pasaran yang lebih luas bagi hasil produksi.
- Adanya anggapan orang desa bawah di kota banyak pekerjaan dan penghasilan yang besar.
- Di kota lebih banyak kesempatan untuk mendirikan perusahaan, industry dan lain-lain.
- Peredaran uang di kota lebih cepat dan lebih besar.
- Sarana pendidikan di kota lebih banyak dan mudah didapat.
- Kota merupakan tempat yang lebih menguntungkan untuk mengembangkan bakat.
- Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan tempat pergaulan dengan segala lapisan masyarakat.
Dampak Urbanisasi terhadap Lingkungan
kota
Akibat dari meningkatnya proses
urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan kota, baik dari segi
tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Dampak urbanisasi terhadap
lingkungan kota antara lain:
1.
Semakin minimnya lahan kosong di daerah
perkotaan
Pertambahan
penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung
kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui.
ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan
tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH)
pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah
banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan
perindustrian yang legal maupun ilegal. Bangunan-bangunan yang didirikan untuk
perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain
itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan
kosong sebagai pemukiman liar mereka. hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan
kosong di daerah perkotaan.
2. Menambah
polusi di daerah perkotaan
Masyarakat
yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk
memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan
bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus,
menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan
atau polusi suara bagi telinga manusia.
3. Penyebab
bencana alam
Para
urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan
lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai
(DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan
berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang
seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab
terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan
lagi.
4. Pencemaran
yang bersifat sosial dan ekonomi
Kepergian
penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila
masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun,
kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki
keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk
memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian,
penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang
sejenis. Bahkan,masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi
tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
5.
Penyebab kemacetan lalu lintas
Padatnya
penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus
urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal
maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga
kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para
urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan
di kota.
6. Merusak
tata kota
Tata
kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya
urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta
gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang
telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru
digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar
tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi.
Selama ini, berbagai upaya
pengelolaan lingkungan kota telah dilakukan akan tetapi tidak selalu berhasil
dan menjadikan lingkungan kota semakin tidak baik. Salah satu penyebabnya
adalah tidak terpadunya berbagai upaya pengelolaan kota. Berbagai komponen
lingkungan kota cenderung ditangani secara parsial dan tidak saling sinergis.
Yang terjadi adalah kegagalan dan pemborosan yang tidak perlu. Diperlukan satu
pendekatan dan strategi pengelolaan kota yang lebih terpadu, sinergis, dan
efisien mengoptimalkan seluruh sumber daya kota yang ada. Pendekatan dan
strategi pengelolaan lingkungan kota yang komprehensip akan menjamin
keberlanjutan kota. Salah satunya adalah dengan menerapkan konsep Kota Hijau.
Kota Hijau / Green
City dikenal sebagai kota ekologis. Kota yang secara ekologis
juga dapat dikatakan kota yang sehat. Artinya adanya keseimbangan antara
pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Kota sehat
juga merupakan suatu kondisi dari suatu kota yang aman, nyaman, bersih, dan
sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi
masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor
terkait dan sinkron dengan perencanaan kota. Untuk dapat mewujudkannya, diperlukan
usaha dari setiap individu anggota masyarakat dan semua pihak terkait.
Kriteria konsep Green City:
1. Pembangunan kota harus sesuai peraturan UU yang berlaku
2. Konsep Zero Waste (Pengolahan sampah terpadu, tidak ada yang
terbuang)
3. Konsep Zero Run-off (Semua air harus bisa diresapkan kembali
ke dalam tanah, konsep ekodrainase)
4. Infrastruktur Hijau (tersedia jalur pejalan kaki dan jalur
sepeda)
5. Transportasi Hijau (penggunaan transportasi massal, ramah
lingkungan berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan
kendaraan bermotor - berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong, becak
6. Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik
20%, RTH Privat 10%)
7. Bangunan Hijau
8. Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau)
Dengan konsep Green
City krisis perkotaan dapat kita hindari, sebagaimana yang terjadi di kota-kota
besar dan metropolitan yang telah mengalami obesitas perkotaan, apabila kita
mampu menangani perkembangan kota-kota kecil dan menengah secara baik, antara
lain dengan penyediaan ruang terbuka hijau, pengembangan jalur sepeda dan
pedestrian, pengembangan kota kompak, dan pengendalian penjalaran kawasan
pinggiran.
Wassalam...........................