Kamis, 25 April 2013

Isu Lingkungan Perkotaan

Assalamu 'Alaikum Wr. Wb.
Permasalahan lingkungan di wilayah perkotaan semakin kompleks dan rumit, semakin sulit mengatasinya. Kota-kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang pesat pula, dan urbanisasi menjadi salah satu sebabnya. Peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan kebutuhan lahan meningkat.
Sejalan dengan percepatan urbanisasi dan perkembangan kota, persoalan lingkungan kota semakin meningkat dan kompleks. Kegagalan dalam mengelola lingkungan kota akan menyebabkan memburuknya kualitas lingkungan dan kehidupan kota. Kota yang buruk kualitas lingkungan dan kehidupannya, tidak akan berkembang dan tidak terjamin masa depan atau keberlanjutannya.
Faktor Terjadinya Urbanisasi
Urbanisasi dapat disebabkan oleh dua factor yaitu factor yang mendukung (push factor) penduduk desa yang meninggalkan desanya dan factor yang menarik (pull factors) penduduk desa untuk pindah dan menetap di kota.
Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa meninggalkan desa adalah:
  1.  Di desa-desa, lapangan pekerjaan umumnya relative terbatas. Hal ini mengakibatkan timbulnya pengangguran (disguised unemployment)
  2.  Penduduk desa terutama muda mudi merasa tertekan oleh adat istiadat yang ketat yang mengakibatkan cara hidup yang monoton 
  3.  Di desa-desa tidak banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.
  4.  Rekreasi sangat kurang.
  5.  Penduduk desa yang mempunyai keahlian selain petani tentu menginginkan pasaran yang lebih luas bagi hasil produksi.
Sedangkan factor – factor yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap di kota-kota (pul factors) adalah sebagai berikut:
  1.  Adanya anggapan orang desa bawah di kota banyak pekerjaan dan penghasilan yang besar.
  2.  Di kota lebih banyak kesempatan untuk mendirikan perusahaan, industry dan lain-lain.
  3.  Peredaran uang di kota lebih cepat dan lebih besar.
  4.  Sarana pendidikan di kota lebih banyak dan mudah didapat.
  5.  Kota merupakan tempat yang lebih menguntungkan untuk mengembangkan bakat.
  6. Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan tempat pergaulan dengan segala lapisan masyarakat.     
Dampak Urbanisasi terhadap Lingkungan kota
Akibat dari meningkatnya proses urbanisasi menimbulkan dampak-dampak terhadap lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Dampak urbanisasi terhadap lingkungan kota antara lain:
1.      Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan
Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal. Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman liar mereka. hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan.
2.      Menambah polusi di daerah perkotaan
Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia.
3.      Penyebab bencana alam
Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi.
4.      Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi
Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang sejenis. Bahkan,masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila.
5.      Penyebab kemacetan lalu lintas
Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota.
6.      Merusak tata kota
Tata kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi.
Selama ini, berbagai upaya pengelolaan lingkungan kota telah dilakukan akan tetapi tidak selalu berhasil dan menjadikan lingkungan kota semakin tidak baik. Salah satu penyebabnya adalah tidak terpadunya berbagai upaya pengelolaan kota. Berbagai komponen lingkungan kota cenderung ditangani secara parsial dan tidak saling sinergis. Yang terjadi adalah kegagalan dan pemborosan yang tidak perlu. Diperlukan satu pendekatan dan strategi pengelolaan kota yang lebih terpadu, sinergis, dan efisien mengoptimalkan seluruh sumber daya kota yang ada. Pendekatan dan strategi pengelolaan lingkungan kota yang komprehensip akan menjamin keberlanjutan kota. Salah satunya adalah dengan menerapkan konsep Kota Hijau.
Kota Hijau / Green City dikenal sebagai kota ekologis. Kota yang secara ekologis juga dapat dikatakan kota yang sehat. Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Kota sehat juga merupakan suatu kondisi dari suatu kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota. Untuk dapat mewujudkannya, diperlukan usaha dari setiap individu anggota masyarakat dan semua pihak terkait.
Kriteria konsep Green City:
1.      Pembangunan kota harus sesuai peraturan UU yang berlaku
2.      Konsep Zero Waste (Pengolahan sampah terpadu, tidak ada yang terbuang)
3.      Konsep Zero Run-off (Semua air harus bisa diresapkan kembali ke dalam tanah, konsep ekodrainase)
4.      Infrastruktur Hijau (tersedia jalur pejalan kaki dan jalur sepeda)
5.      Transportasi Hijau (penggunaan transportasi massal, ramah lingkungan berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor - berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong, becak
6.      Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%)
7.      Bangunan Hijau
8.      Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau)
Dengan konsep Green City krisis perkotaan dapat kita hindari, sebagaimana yang terjadi di kota-kota besar dan metropolitan yang telah mengalami obesitas perkotaan, apabila kita mampu menangani perkembangan kota-kota kecil dan menengah secara baik, antara lain dengan penyediaan ruang terbuka hijau, pengembangan jalur sepeda dan pedestrian, pengembangan kota kompak, dan pengendalian penjalaran kawasan pinggiran.

Wassalam...........................

Rabu, 17 April 2013

Jenis - jenis Pondasi



Pondasi merupakan bagian banguan yang menghubungkan bangunan dengan tanah, yang menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban berguna, dan gaya-gaya luar terhadap gedung seperti: tekanan angin, gempa bumi (Heinz Frick, 2001:40).
Pondasi atau pandemen ialah suatu konstruksi, guna menjamin kedudukan bangunannya. Pandemen meneruskan berat bangunan dengan muatan-muatannya kepada tanah di bawahnya (Iman Subarkah, 1956:70).
Bentuk pondasi ditentukan oleh berat bangunan dan keadaan tanah disekitar bangunan tersebut, sedangkan kedalaman pondasi ditentukan oleh letak tanah padat yang mendukung pondasi. Pondasi pada tanah miring lebih dari 10%, maka pondasi bangunan tersebut harus dibuat rata atau dibentuk tangga dengan bagian bawah dan atas rata. Jenis pondasi dibagi menjadi 2, yaitu :
  1. Pondasi Dangkal (Shallow foundations).  Pondasi dangkal (kadang-kadang disebut ‘pondasi menyebar’) termasuk dudukan umpak (‘pondasi terisolasi’), pondasi memanjang, pondasi tapak  dan pondasi raft.
2.     Pondasi Dalam (Deep foundations ). Pondasi dalam  termasuk tiang pancang, bor pile, dinding diafragma dan caissons.

A.   PONDASI DANGKAL
Pondasi dangkal biasanya dibuat dekat dengan permukaan tanah, umumnya kedalaman pondasi didirikan  kurang 1/3 dari lebar pondasi sampai dengan kedalaman kurang dari 3m. Kedalaman pondasi dangkal ini bukan aturan yang baku, tetapi merupakan sebagai pedoman. Pada dasarnya, permukaan pembebanan atau kondisi permukaan lainnya akan mempengaruhi kapasitas daya dukung pondasi dangkal. Pondasi dangkal biasanya digunakan ketika tanah permukaan yang cukup kuat dan kaku untuk mendukung beban yang dikenakan dimana jenis struktur yang didukungnya tidak terlalu berat dan juga tidak terlalu tinggi, pondasi dangkal  umumnya tidak cocok dalam tanah kompresif yang lemah atau sangat buruk, seperti tanah urug dengan kepadatan yang buruk,  pondasi dangkal juga tidak cocok untuk jenis tanah gambut, lapisan tanah muda  dan jenis tanah deposito aluvial, dll.
1.      Pondasi Rollag Bata

 


Pada awalnya Pondasi Rollag Bata merupakan pondasi yang diaplikasikan untuk menopang berat beban pada bangunan. Namun, pada saat ini pondasi rollag bata telah lama ditinggalkan. Selain mahal, pemasangannya pun membutuhkan waktu yang lama serta tidak memiliki kekuatan yang bisa diandalkan. Akan tetapi, pondasi ini tetap digunakan untuk menahan beban ringan, misalnya pada teras.
2.      Pondasi Batu Kali

Pondasi Batu Kali sering kita temukan pada bangunan – bangunan rumah tinggal. Pondasi ini masih digunakan, karena selain kuat, pondasi ini pun masih termasuk murah. Bentuknya yang trapesium dengan ukuran tinggi 60–80 Cm, lebar pondasi bawah 60–80 Cm dan lebar pondasi atas 25–30 Cm.
Bahan lain yang murah sebagai alternatif pengganti pondasi batu kali adalah memanfaatkan bongkaran bekas pondasi tiang pancang (Bore Pile) atau beton bongkaran jalan. Bekas bongkaran tersebut cukup kuat digunakan untuk pondasi, sebab mutu beton yang digunakan ialah K-250 s/d K-300. Permukaannya yang tajam dan kasar mampu mengikat campuran semen dan pasir. Bila dibandingkan dengan pondasi rollag bata, tentu bongkaran bekas beton jauh lebih kuat. Ukurannya rata–rata 30x30 Cm.
3.      Pondasi Sumuran

Pondasi Sumuran atau cyclop beton menggunakan beton berdiameter 60–80 Cm dengan kedalaman 1–2 meter. Di dalamnya dicor beton yang kemudian dicampur dengan batu kali dan sedikit pembesian dibagian atasnya. Pondasi ini kurang populer sebab banyak kekurangannya, di antaranya boros adukan beton dan untuk ukuran sloof haruslah besar. Hal tersebut membuat pondasi ini kurang diminati.
4.      Pondasi Plat Beton Lajur

Pondasi Palt Beton Lajur sangat kuat, sebab seluruhnya terdiri dari beton bertulang tetapi harganya lebih mahal dibandingkan dengan pondasi batu kali. Ukuran lebar pondasi lajur ini sama dengan lebar bawah dari pondasi batu kali, yaitu 70 Cm. Sebab fungsi pondasi plat beton lajur adalah pengganti pondasi batu kali.
5.      Pondasi Bor Mini/Strauss Pile
Pondasi Bor Mini atau Strauss Pile ini digunakan pada kondisi tanah yang jelek, seperti bekas empang atau rawa yang lapisan tanah kerasnya berada jauh dari permukaan tanah. Pondasi ini bisa digunakan untuk rumah tinggal sederhna atau bangunan dua lantai. Kedalamannya 2–5 meter. Ukuran diameter pondasi mulai dari 20, 30 dan 40 Cm. Pengerjaannya dengan mesin bor atau secara manual. Di atas pondasi bor mini ada blok beton (pile cap). Pile cap ini merupakan media untuk mengikat kolom dengan sloof.
B.     PONDASI DALAM
Pondasi dalam adalah pondasi yang didirikan  permukaan tanah dengan kedalam tertentu dimana  daya dukung dasar pondasi dipengaruhi oleh beban struktural dan  kondisi permukaan tanah, pondasi dalam biasanya dipasang  pada kedalaman lebih dari  3 m di bawah elevasi permukaan tanah.  Pondasi dalam dapat dijumpai dalam bentuk pondasi tiang pancang, dinding pancang  dan caissons atau pondasi kompensasi .   Pondasi dalam dapat digunakan untuk mentransfer beban ke lapisan  yang lebih dalam untuk mencapai kedalam yang tertentu sampai didapat jenis tanah yang mendukung daya beban strutur bangunan sehingga jenis tanah yang tidak cocok di dekat permukaan tanah dapat dihindari.
1.      Bore Pile

Bore Pile adalah pondasi yang kedalamannya lebih dari 2 meter.Digunakan untuk pondasi bangunan – bangunan tinggi.Sebelum memasang bore pile, permukaan tanah dibor terlebih dahulu dengan menggunakan mesin bor. Hingga menemukan daya dukung tanah yang  sangat kuat untuk menopang pondasi.Setelah itu tulang besi dimasukan kedalam permukaaan tanah yang telah dibor, kemudian dicor dengan beton.Pondasi ini berdiameter 20 Cm keatas.Dan biasanya pondasi ini terdiri dari 2 atau lebih yang diatasnya terdapat pile cap.
2.      Tiang Pancang / Paku Bumi

Tiang Pancang pada dasarnya sama dengan bore pile, hanya sja yang membedakan bahan dasarnya.Tiang pancang menggunakan beton jadi yang langsung ditancapkan langsung ketanah dengan menggunakan mesin pemancang.Karena ujung tiang pancang lancip menyerupai paku, oleh karena itu tiang pancang tidak memerlukan proses pengeboran.